Follow My Twitter^^

Selasa, 12 Juni 2012

My Eyes,My Heart, My Love just for You | One-Shoot


Poster FF: Me (Hanny)
Author: PrinceLee86
Cast: Lee Donghae, Im Yoona
Length: Oneshoot
Rating: PG-15
Genre: Romance, AU, Angst, Sad
Title: My Eyes, My Heart, My Love is Just for You
NB: okee.. ini bukan FF saya ini FF dari Blog Chingu dia juga YoonHae shipper ^^ okee.. ^^v
My Eyes, My Heart, My Love is Just for You 
            Matahari baru saja menampakkan dirinya kembali setelah bersembunyi di belahan bumi lainnya, dan saat ini bersinar menggantikan posisi bulan dan bintang yang semalam menghiasi langit dengan cahayanya yang terang di daerah Mokpo tersebut. Terlihat seorang gadis cantik mencoba membuka mata, membiasakan matanya untuk kembali terkena pancaran cahaya matahari pagi itu. Sedikit demi sedikit matanya terbuka, walaupun terasa sangat berat karena semalaman dia terus menerus meneteskan air mata, meluapkan segala perasaan gundah di dalam dadanya. Setelah berhasil membiasakan indera penglihatannya mendapatkan sinar matahari kala itu, ia mulai meregangkan otot-ototnya yang kaku dengan merentangkan kedua tangannya sambil sesekali menguap. Diedarkan pandangannya meneliti setiap sudut kamar yang ditempatinya itu. Kemudian tanpa ia sadari ia kembali meneteskan air mata. Lalu ia menengok ke kanan, ke arah sebuah meja yang berada di sebelah tempat tidurnya, ia ulurkan tangannya untuk mengambil sebuah foto yang terbingkai cantik dalam sebuah pigura berwarna coklat. Ia mengusap lembut permukaan kaca pigura itu, lalu menciumnya sesaat.
Morning kiss, Oppa…” gadis itu bergumam setelah mencium pigura tersebut.
“Aku sangat merindukanmu, Oppa…” ia kembali bergumam sambil terus memandangi foto yang ada di genggamannya.
Gadis itu bangkit dari tempat tidurnya, berjalan menuju jendela kamarnya yang masih tertutup tirai berwarna putih, lalu ia menyibak tirai tersebut dan membiarkan cahaya mentari dengan bebas masuk ke dalam ruangan bercat biru laut itu. Ia melempar pandangannya pada pemandangan cantik yang terhampar luas di hadapannya saat ini. Sebuah pantai dengan riak-riak gelombang yang sangat menenangkan. Gadis itu tersenyum simpul dan mendekap pigura yang sedari tadi masih digenggamnya.
“Aku menyukai tempat ini, Oppa… tapi akan lebih menyenangkan jika kau ada di sampingku saat ini. Gadis itu kembali bergumam, lebih pada dirinya sendiri dan air mata kembali menghiasi pipi putih pucat miliknya.
Gadis itu masih betah menikmati pasir putih pantai, deburan ombak dan suara burung-burung yang berkicau dengan merdunya. Pemandangan yang sangat indah dan inilah yang sejak dulu diimpikannya. Bisa menikmati pantai di pagi hari langsung dari jendela kamarnya. Mengingat impian itu membuatnya teringat kembali pada kenangannya bersama seorang namja yang amat dicintainya.
Flashback 3 years ago
Siang hari yang tidak begitu terik seakan mendukung kegiatan sepasang kekasih yang sedang menikmati kebersamaan mereka di sebuah taman yang berada di tengah kota tempat berkembangnya boyband dan girlband tersebut, yang sekaligus ibu kota Korea Selatan, Seoul. Sepasang kekasih itu duduk di salah satu bangku taman yang berwarna putih sambil melepaskan pandangan mereka pada anak-anak kecil yang sedang asyik bermain di taman itu. Senyum mereka terus saja mengembang mengamati tingkah lucu anak-anak tadi.
            “Mereka lucu sekali ya, Oppa… menggemaskan!” si gadis membuka percakapan setelah sekian lama mereka dalam keheningan sambil mencubit pipi lelaki yang duduk di sampingnya.
            “Awww… appo. Kenapa kau mencubit pipiku? Apa aku juga menggemaskan?” sang lelaki menggoda sambil menaik-turunkan kedua alisnya.
            “Emmm… iya kau menggemaskan sama seperti mereka, karena kau suka sekali merajuk dan kelakuanmu itu seperti anak umur 5 tahun, tapi sebenarnya kau lebih tepat jika disebut menyebalkan!” ucap sang gadis dengan tatapan yang masih mengarah pada sekumpulan anak kecil tadi.
            “MWOO?? Menyebalkan katamu? Lalu kenapa kau mau berpacaran dengan makhluk menyebalkan yang kekanakan sepertiku? Kenapa kau tidak bersama Kyuhyun atau Siwon saja? Huh?” Pria itu terpancing emosinya lalu segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.
            “Hahahaha… Donghae oppa, Donghae oppa. Lihat! Baru saja aku utarakan kalau kau ini seperti anak kecil , kau langsung mempraktikannya. Walaupun oppa seperti itu, aku tidak peduli, karena aku mencintai seorang Lee Donghae apa adanya. Aku tidak mencintai pria manapun selain dirimu.” Sang gadis menenangkan pria yang bernama Donghae itu, lalu menyandarkan kepalanya di bahu pria tersebut.
            Setelah mendengar pernyataan dari kekasihnya, Donghae tersenyum lega. Ia belai rambut sang gadis lalu mengecup puncak kepalanya dan merangkulnya dengan hangat.
            “Oppa, aku ingin sekali cepat menikah denganmu lalu memiliki malaikat-malaikat kecil seperti mereka dan membesarkan mereka di sebuah rumah yang sudah lama aku idam-idamkan.” Si gadis kembali membuka perbincangan.
            “Sabar dulu, Yoongie. Kita harus bekerja, mengumpulkan uang yang banyak untuk masa depan dan untuk malaikat-malaikat kecil kita nanti. Kau tidak ingin mereka hidup susah kan? Emmm… kau punya rumah idaman? Seperti apa rumah idamanmu itu, Yoong?”
            “Ya baiklah, aku akan mengumpulkan uang yang saaaaaangatt banyak, jadi malaikat kecilku akan hidup lebih baik nantinya. Emmm… rumah idamanku ya? Sebuah rumah yang sederhana tapi rumah itu berada di dekat pantai. Aku ingin saat aku bangun, setelah melihat wajah tidur suamiku, aku juga ingin langsung menikmati pemandangan pantai dari jendela kamarku. Sepertinya sangat menyenangkan.” Gadis bernama Yoona itu mendeskripsikan rumah idamannya sambil memejamkan mata membayangkan.
            “Sepertinya bukan sesuatu yang buruk. Suatu saat nanti kita pasti akan mewujudkan impianmu itu. Ah bukan impianmu, tapi impian kita. Karena mulai sekarang mimpimu juga menjadi mimpiku.” Donghae kembali tersenyum dan mengacak rambut Yoona lembut.
Flashback end

“Kau mewujudkannya, Oppa. Kau berhasil mewujudkan impianku, impian kita.”
Yoona kembali menangis setelah mengingat kenangannya bersama Donghae, kekasihnya. Rumah yang saat ini ditempatinya adalah pemberian dari kekasih yang sangat dicintainya itu.
Flashback a few days ago
“Yoona-ya, Donghae menitipkan ini untukmu.” Kata seorang wanita paruh baya, ibu Donghae.
            “Apa ini, eomma? Kunci? Kunci apa ini, eomma?” Yoona mengernyitkan dahinya, bingung karena ibu Donghae memberikannya sebuah kunci.
            “Itu kunci rumah kalian yang ada di Mokpo. Donghae membelinya dengan uang gajinya selama ia bekerja, kata Donghae rumah itu akan dipersembahkannya untukmu saat kalian menikah nanti tapi ternyata…” Wanita paruh baya itu sudah tak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya karena air mata telah lebih dahulu menyampaikan isi hatinya saat itu.
            Yoona hanya terdiam dan memandangi kunci tersebut. Dalam benaknya, ia sungguh merasa bersalah dan menyesal atas sikapnya selama ini pada Donghae. Selalu marah-marah padanya karena terus menerus bekerja dan ternyata yang dilakukan Donghae semata-mata hanya untuk dirinya.
Flashback end
“Aku memang bodoh, aku jahat padamu, Oppa… Kau pasti sangat membenciku dan kau memilih untuk meninggalkanku.” Yoona masih terus bergumam dan menangis. Dia juga masih setia memandangi pemandangan pantai sejak tadi.
Di dalam hatinya sedang berkecamuk segala perasaan, antara sedih, menyesal dan marah, marah pada dirinya sendiri karena sifat egoisnya. Yoona kembali terisak lalu mengingat kembali kejadian tragis itu. Kejadian yang menimpa dirinya dan juga kekasihnya. Kejadian yang membuatnya kehilangan penyangga hidupnya. Dan itu semua sekali lagi karena keegoisannya.
Flashback
Sebuah mobil Audi berwarna putih sedang melaju dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan kota Seoul yang sudah dihiasi bulan dan bintang yang sangat cantik. Di dalam mobil itu ada sepasang kekasih yang baru saja menghabiskan waktu bersama selama satu hari dengan berkencan. Mereka duduk berdampingan di dalam mobil layaknya bulan dan bintang yang sedang bersinar di atas langit sana.
            “Yoongie, apa kau senang hari ini?” tanya sang lelaki pada gadis di sampingnya. Dia terlihat sangat semangat dan senyumnya terus terkembang.
            “Tidak!” si gadis menjawabnya dengan singkat dan terkesan dingin, dan ia langsung membuang muka ke arah jendela di sebelah kanannya.
            “Wae? Kau tidak senang pergi seharian denganku? Apa tempat-tempat tadi tidak menyenangkan?” tanya si pria dengan beruntun karena ia merasa aneh dengan jawaban gadis di sebelahnya itu. Ia lalu menggenggam tangan kiri gadis itu dengan tangannya yang bebas.
            “Aku senang pergi denganmu dan aku menyukai tempat-tempat tadi.”
            “Lalu kenapa tadi kau bilang ‘tidak’? Dan kenapa mukamu ditekuk seperti itu?” Lelaki itu melepaskan genggamannya pada tangan gadis itu dan beralih ke dagu sang gadis dan memutarnya supaya ia bisa menatap wajah gadisnya.
            “Karena aku kesal. Oppa akan pergi meninggalkanku.”
            “Omooo… Yoonaku yang cantik, aku hanya pergi selama dua bulan, bukankah itu sudah biasa untukmu? Aku sering meninggalkanmu sebelum ini, dan ini semua juga karena pekerjaanku, aku tidak bersenang-senang di sana. Ini demi kita, Yoong. Aku janji dua bulan lagi setelah aku menyelesaikan pekerjaanku di sana, aku akan segera menikahimu sesuai rencana kita.” Donghae mencoba untuk menenangkan hati Yoona tapi pandangannya tetap mengarah pada jalanan Seoul yang sedikit padat itu.
            “Aku sudah bosan, Oppa. Aku tidak bisa berjauhan terus denganmu seperti itu, untuk alasan apa pun, termasuk pekerjaan. Aku benar-benar lelah.”
            “Jadi kau lelah? Kita belum menikah saja kau sudah seperti ini. Bukankah seharusnya kau mendukungku? Semua ini juga nantinya untuk kita berdua. Ini kulakukan demi masa depan kita, demi malaikat kecil kita nantinya. Kenapa kau berubah menjadi lebih kekanakan dibanding aku?”
            “Iya, aku lelah. Aku capek harus selalu menahan rinduku padamu. Kau selalu mementingkan pekerjaanmu dibanding aku. Setiap hari yang kau pikirkan hanya kerja, kerja, dan kerja. Aku sudah muak, Oppa!” Pertahanan Yoona selama ini hancur. Ia sudah tidak sanggup lagi memendam semua hal yang dirasakannya selama ini, kekesalannya, kesedihannya yang ia pendam sendiri. Cairan bening itu kini mulai menggenang dan sudah siap untuk membasahi kedua pipinya.
            Donghae sangat terkejut mendengar keluh kesah sang kekasih. Jadi selama ini itu yang dirasakan kekasihnya, Yoona tersiksa karena perbuatan Donghae, karena kesibukannya. Ada perasaan menyesal dalam dirinya karena sering mengacuhkan Yoona demi pekerjaannya tapi ini semua ia lakukan juga demi wanita yang ada di sampingnya itu. Demi gadis itu, dirinya, dan masa depan mereka.
            “Lalu sekarang apa maumu, Yoong?” setelah sekian lama berdebat dengan pikirannya sendiri, akhirnya Donghae buka suara.
            “Aku mau Oppa memilih, antara aku atau pekerjaan itu?” ucap Yoona tegas.
            “Mana bisa seperti itu, Yoong? Aku sedang dipromosikan untuk menjadi General Manager di perusahaan, itu kesempatan emas bagiku, mana mungkin aku melepaskannya.”
            “Kalau begitu aku sudah mendapat jawabannya. Berarti kau lebih memilih pekerjaanmu dibanding aku, CALON ISTRImu!” Yoona mencoba untuk tegas dengan memberikan penekanan pada setiap kata yang dilontarkannya.
            “Bukan seperti itu, Yoongie…” hanya itu kata pembelaan yang dapat Donghae ucapkan. Ia merasa berada di posisi yang serba salah. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri karena frustasi.
            “Sudahlah. Kita akhiri saja semuanya. Kau bisa bebas mengurusi pekerjaanmu tanpa terbebani olehku. Dan satu lagi. Lupakan rencana pernikahan itu.”
            “Yoong, kenapa kau jadi seperti ini? Untuk apa aku bekerja keras selama ini kalau akhirnya kau meninggalkanku dan memupus harapan kita di masa depan.” Donghae mulai menitikkan air mata.
            “Itu pilihanmu sendiri Lee Donghae-ssi. Sudah, turunkan aku di sini. Aku bisa pulang sendiri, kau tak perlu lagi repot-repot membuang waktumu untukku.”
            “Aku tidak akan menurunkanmu. Aku akan mengantarmu sampai di rumah dengan selamat.”
            “Turunkan aku!”
            “Tidak!”
            “Turunkan aku, Donghae-ssi.
            “Sekali tidak, tetap tidak!”
            Perdebatan itu terus berlanjut, sampai akhirnya karena Yoona sudah tidak mampu lagi menahan gejolak emosinya, ia mencoba memberhentikan mobil itu dengan merebut kendali dari Donghae. Mereka berebutan untuk memegang kendali dari laju mobil Audi itu sampai tanpa mereka sadari ada lampu lalu lintas yang sedang menyala yang menandakan mereka harus berhenti, tapi karena mereka masih tenggelam dalam persaingan sengit itu, mereka tak menyadari keadaan di sekitarnya. Bersamaan dengan hal itu, sebuah truk sedang melaju cukup kencang dari arah kiri mereka. Kedua orang itu sadar akan adanya bahaya yang mengancam, tapi naas semua sudah terlambat. Truk itu menghantam badan mobil berwarna putih itu hingga membuat mobil itu terseret beberapa meter hingga akhirnya terguling. Badan mobil itu hampir ringsek, kaca depan pecah, keadaannya benar-benar sangat mengenaskan.
            Yoona merasakan kepalanya berdenyut hebat, kepalanya terbentur dashboard mobil hingga mengeluarkan banyak darah tapi ia masih sadarkan diri walaupun keadaannya sudah sangat parah. Di lain sisi, Donghae tengah merintih kesakitan sambil memejamkan matanya, badannya terjepit oleh badan mobil sehingga membuat sekujur tubuhnya terasa sakit luar biasa, tapi ia berusaha menahannya. Ia membuka matanya, melihat sang kekasih yang juga terluka parah. Hatinya sakit melihat itu semua, lebih sakit dibanding rasa sakit yang sedang dirasakan tubuhnya saat ini. Ia mencoba meraih gadis itu tapi tak bisa, ruang geraknya seakan terbatas.
            Orang-orang yang berada di sekitar lokasi kejadian segera berlari untuk menolong Donghae dan Yoona yang masih terjebak di dalam mobil. Salah satu dari mereka melongok untuk melihat keadaan di dalam mobil yang keadaannya sudah sangat mengenaskan tersebut. Mereka lalu membuka pintu sebelah kanan untuk menyelamatkan Yoona. Yoona yang saat itu sudah setengah sadar hanya pasrah saat dirinya dibawa keluar oleh orang-orang tersebut, tapi ia sempat menengok ke arah Donghae dan ia melihat kekasihnya itu sedang tersenyum kepadanya, senyum yang sangat indah dan mungkin itu senyum terindah dari seorang Lee Donghae yang pernah diberikan padanya, selain itu ia mendengar Donghae mengatakan sebuah kalimat yang sangat manis untuknya.
            “Saranghae. Jeongmal saranghae, chagiya.”
            Setelah mendengar kata-kata itu, tiba-tiba pandangan mata Yoona kabur, lalu semakin buram dan akhirnya gelap.
Flashback end
Menyesal?
Sudah terlambat!
Ingin memutar waktu kembali?
Mustahil!
Ingin memperbaiki?
Itu tidak mungkin!
Hadapi?
Itu seharusnya
            “Nado saranghae, Oppa. Nado saranghae. Jeongmal saranghae.”
Yoona kembali memeluk erat pigura itu, pigura yang berisi foto Donghae, orang yang amat sangat ia cintai. Ia benar-benar merasa bersalah pada Donghae, keegoisannya membuat pria itu meninggalkannya untuk selamanya.
Ia lalu berjalan meninggalkan jendela besar kamarnya, kemudian diseretnya kaki jenjangnya yang indah itu menuju sebuah meja rias. Ia menatap pantulan dirinya di dalam cermin, lantas mengusap kelopak matanya dengan lembut.
“Aku akan menjaga mata ini. Aku akan menjaganya untukmu, Oppa.
Flashback
            Karena kecelakaan dua hari yang lalu, Yoona dibawa ke rumah sakit dan sampai saat ini ia belum juga sadarkan diri. Ayahnya dengan setia menunggu putri kesayangannya sampai ia mau membuka matanya kembali.
            “Yoong, cepat sadarlah, Nak. Appa merindukanmu.” Ucap ayah Yoona sambil menggenggam erat tangan anaknya. Ayah Yoona menangis karena khawatir terjadi sesuatu hal yang buruk pada anaknya.
            “Enggghh…” Yoona mulai membuka matanya, ia mulai sadar.
            “Yoong, kau sudah sadar, Nak?”
            “Ap..pa… Dong…Donghae oppa…” ucap Yoona terbata-bata.
            “Jangan memikirkan hal lain terlebih dahulu, kau baru saja sadar.”
            “Kenapa di sini gelap, Appa. Apa sedang mati listrik?”
            “Gelap? Ini masih pagi sayang, mana mungkin ruangan ini gelap. Apa kau tidak merasakan sinar matahari yang masuk lewat jendela itu? Lagi pula tidak mati listrik.”
            “Tapi aku tidak bisa melihat apa-apa, Appa. Di sini gelap sekali, aku takut, Appa. Aku takut.” Yoona mulai menitikkan air mata karena ketakutan.
            “Appa akan memanggil dokter terlebih dahulu supaya kau bisa segera diperiksa.” Ayah Yoona segera keluar kamar dengan tergesa-gesa.
            Tak lama kemudian seorang dokter masuk ke dalam kamar rawat Yoona. Dokter tersebut segera memeriksa keadaan Yoona dengan dibantu seorang suster. Dokter tersebut mendesah nafas panjang lalu meminta Tuan Im untuk keluar karena ada sesuatu hal yang serius yang ingin dikatakannya. Yoona mengalami kebutaan, itulah kata-kata sang dokter pada Tuan Im. Tuan Im sangat terpukul dengan kenyataan itu, ia tak percaya anaknya akan mengalami hal semacam ini dalam hidupnya. Anaknya tak bisa lagi menikmati dunia dengan kedua matanya.
            Setelah dokter itu pamit pergi, Tuan Im masuk kembali ke ruang rawat anaknya. Ia tidak tahu bagaimana menyampaikan ini semua pada anaknya. Ia tahu anaknya pasti sangat terpukul saat mendengar berita ini. Tapi semuanya harus tetap diungkapkannya, karena sepahit apa pun kenyataan, harus tetap dihadapi.
            “Appa? Apa yang disampaikan dokter pada Appa?”
            “Dokter mengatakan kalau kau…”
            “Aku kenapa, Appa? Apa yang terjadi padaku?”
            “Kau mengalami kebutaan, Nak.” Ayah Yoona akhirnya mengatakan yang sebenarnya pada Yoona. Ia menahan air matanya, ia berusaha kuat supaya Yoona juga kuat menghadapinya.
            “A… apa? Ak… aku buta?”
            Yoona benar-benar terkejut saat mengetahui kabar buruk yang disampaikan ayahnya itu. Dunianya sudah gelap, ia tak akan bisa melihat pantai lagi, tak bisa memandangi indahnya pelangi dan tak bisa lagi melihat wajah-wajah orang yang sangat ia sayangi. Ia menangis meraung-raung di pundak ayahnya, ia tumpahkan segala kesedihannya pada lelaki yang telah membesarkannya itu.
Flashback end
“Duniaku sudah tidak gelap lagi, Oppa. Tapi hatiku yang merasakan kegelapan itu,Oppa.
Yoona membuka laci meja kerja yang seharusnya meja itu adalah milik Donghae. Ia mengacak isinya dan menemukan sebuah album foto. Album itu berisi foto-foto kebersamaan mereka selama ini, selama mereka masih duduk di bangku SMA sampai saat terakhir kebersamaan mereka. Yoona sangat terharu melihat isi dari album foto tersebut, setiap momen penting yang pernah terjadi diantara mereka berdua tercetak rapi dalam bentuk foto, tak ada satu pun yang terlewatkan. Foto selca mereka sesaat setelah mereka resmi berpacaran, foto mereka saat sedang bergandengan tangan yang diambil diam-diam oleh Kyuhyun, sahabat Donghae, foto Donghae dengan coretan kue di wajahnya saat ulang tahunnya yang ke 23. Semuanya tersusun rapi dalam album itu.
“Aku merindukan genggaman tanganmu, aku merindukan belaian lembutmu di puncak kepalaku, aku merindukan pelukanmu, aku juga merindukan kecupan manismu di bibirku. Aku sangat sangat merindukanmu, Oppa. Nan jeongmal bogoshippo.”
“Kalau aku tahu genggaman saat itu adalah yang terakhir, aku tak akan pernah melepaskannya. Kalau aku tahu permintaanmu untuk memelukku itu adalah permintaan terakhirmu, aku akan terus memelukmu sampai kita sama-sama kehabisan oksigen karena sesak. Kalau aku tahu ciumanmu saat itu adalah untuk yang terakhir, aku tak akan penah mau mengakhirinya. Kau jahat, Oppa. Kau sungguh jahat padaku.”

Flashback at Lotte World-before the accident
            Yoona dan Donghae sedang menikmati kencan mereka di sebuah taman bermain. Umur mereka memang tak lagi muda tapi sifat Donghae yang memang terkadang masih kekanakan itu yang akhirnya membawa mereka ke tempat ini. Mereka menikmati semua wahana yang ada di taman bermain itu. Selama berada di taman bermain, mereka tak pernah melepaskan gandengan tangan mereka, seakan-akan tangan itu direkati lem yang sangat kuat.
            “Oppa, kenapa kau terus menggenggam tanganku seperti ini sih?” Yoona yang merasa heran dengan sikap Donghae akhirnya bertanya.
            “Emmm… kau tidak suka ya? Aku ingin menggenggam tangan ini sepuasku sebelum aku pergi, Yoong.”
            “Kau ini, selalu saja pintar mencari alasan.”
            “Hehehe… Kita duduk di bangku itu, yuk. Kajja!” Donghae menarik tangan Yoona dan membawanya ke salah satu bangku yang tersedia di taman bermain tersebut.
            Setelah mereka duduk di bangku itu, mereka hanya diam entah apa yang mereka pikirkan.
            “Yoong…” Donghae membuka pembicaraan dengan memanggil nama kekasihnya.
            “Hmmm…” Yoona menjawab dan langsung menolehkan pandangannya pada laki-laki yang duduk di sebelahnya itu.
            “Peluk aku…” Kata Donghae sambil merentangkan kedua tangannya, menunggu untuk disambut oleh Yoona.
            “Andwae! Kau ini aneh sekali sih. Tadi kau terus saja menggandengku kemana saja kita pergi, sekarang minta peluk.”
            “Yoooooongg… aku kan besok akan pergi dan aku bukan cuma pergi dalam waktu sehari, aku akan pergi berbulan-bulan, apa kau tak ingin memberikanku kenang-kenangan sebelum aku pergi?” Donghae merajuk karena permintaannya tidak dikabulkan.
            “Alasan! Maka dari itu, kau tidak usah pergi.”
            “Ayolah Yooongg..”
            “Baiklah, baiklah.”
            Akhirnya Yoona mengalah, ia mau memeluk Donghae. Mereka berpelukan dengan sangat erat dalam waktu yang cukup lama. Membuat para pengunjung yang lain menyaksikan dengan pandangan iri, karena mereka terlihat sangat mesra dan romantis. Setelah sekitar 15 menit mereka berpelukan, akhirnya mereka memutuskan untuk melepaskan pelukan mereka.
            “Yoong, satu kenang-kenangan lagi.” Kata Donghae sambil menunjuk bibirnya yang tipis itu.
            “Maksud Oppa?” Yoona mengernyit heran
            “Ciuuumm…”
            “Ya! Ikan mesum! Aku tidak mau! Kau mau mengerjaiku ha? Tadi minta peluk, sekarang cium, lalu apa lagi nanti?”
            “Ayolah! Ini permintaan yang terakhir. Aku janji! Untuk kenang-kenangan, ayolaaahhh…”
            “Kalau aku bilang tidak mau ya tidak mau!”
            Yoona lantas berdiri dan hendak meninggalkan Donghae, tapi dengan sigap Donghae ikut berdiri dan menarik pergelangan tangan Yoona sedikit kasar, lalu membalik tubuh Yoona agar menghadap padanya. Setelah tubuh Yoona kembali berhadapan dengannya, tanpa pikir panjang Donghae langsung mengunci bibir Yoona dengan bibirnya. Ia memagut bibir mungil itu dengan lembut, melumatnya dan menikmati sensasi manis dari bibir wanitanya ini. Dia tak peduli dengan keadaan sekitarnya, ia terus melumat bibir Yoona dan lama-kelamaan Yoona membalas ciuman Donghae itu. Ia melingkarkan tangannya di leher pria itu supaya ciuman mereka semakin dalam dan Donghae juga semakin mempersempit jarak diantara mereka dengan mengeratkan pelukannya pada pinggang gadis itu.
Flashback end

“Kenapa permintaan itu benar-benar menjadi yang terakhir, Oppa? Kau boleh meminta seribu permintaan padaku, Oppa. Kau boleh meminta apa pun padaku sesukamu. Kau boleh memelukku, kau boleh menciumku, apa pun Oppa. Apapun!”
Saat ini Yoona tengah duduk kembali di atas ranjangnya sambil memeluk kedua lututnya, menenggelamkan wajahnya pada lutut itu. Lagi-lagi ia menangis, sampai tubuh dan bibirnya bergetar. Kenyataan yang saat ini dihadapinya benar-benar sangat menyakitkan. Ia harus kehilangan calon suaminya, ini semua lebih menyakitkan dibanding ketika ia kehilangan penglihatannya. Percuma ia bisa melihat, kalau bintang yang selama ini menyinari hatinya, yang selama ini ingin terus dilihatnya pergi meninggalkannya. Percuma ia bisa melihat, kalau ketika ia bangun, ia tak akan bisa lagi melihat wajah tampan itu, mata teduh dan senyum menawan milik lelaki itu. Andai ia bisa memilih, ia lebih memilih buta tapi ada bintang hati yang akan selalu menuntun dan menerangi jalannya, menuntunnya ketika ia kehilangan arah, membangkitkannya ketika ia terjatuh, menjadi penyangga baginya saat ia rapuh. Ia tersiksa hidup seperti ini, Yoona seakan kehilangan oksigen dalam tubuhnya, kehilangan sebagian jiwanya, kehilangan mataharinya, kehilangan bulan sekaligus bintang di hatinya. Seterang apa pun cahaya bulan di malam hari, tetap tak akan bisa menerangi hatinya yang kini telah mati, karena cahaya hatinya hanyalah lelaki itu. Sebanyak apa pun bintang yang bertebaran di langit untuk menemaninya di saat malam menyapa, tetap tak berpengaruh, ia tetap merasakan kesendirian, karena baginya teman hidupnya hanya satu, Lee Donghae.
Memorinya kembali terputar. Membawanya mengingat kembali hari-hari terakhirnya bersama pria yang disayanginya. Ia mengingat saat ia mengunjungi kekasihnya yang tengah berjuang melawan kematian. Ia mengingat saat-saat bahagianya karena mendapatkan donor kornea yang membuatnya bisa kembali melihat indahnya dunia, sampai ingatan di mana kebahagiaan semunya itu berganti dengan kesedihan dan kehancurannya sepanjang masa.
Flashback
            Sudah seminggu Yoona berada di rumah sakit, keadaannya memang sudah berangsur membaik, tapi dokter belum memperbolehkannya pulang. Sedikit demi sedikit Yoona bisa menerima kenyataan bahwa dirinya memang sudah tidak dapat melihat bintang-bintang lagi, tidak dapat melihat pelangi lagi. Sekarang yang ada di pikirannya hanyalah keadaan Donghae, kekasihnya, karena sampai sekarang ia belum menemuinya.
            “Appa, bagaimana keadaan Donghae oppa?” Yoona bertanya pada ayahnya yang masih setia mendampinginya setiap hari.
            “Hhhhh… Donghae masih belum sadar, Yoong.” Jawab ayah Yoona lirih.
            “Aku ingin melihat keadaannya, Appa. Aku khawatir padanya.”
            “Tapi…”
            “Aku mohon, Appa. Aku sangat merindukannya, aku ingin melihat keadaannya.”
            “Baiklah.”
            Setelah membujuk ayahnya, akhirnya Yoona berhasil dan diantarkan oleh ayahnya ke tempat Donghae dirawat. Donghae memang belum sadarkan diri karena kondisinya yang sudah sangat parah. Ia mengalami koma sejak kejadian itu.
            Yoona diantar ayahnya dengan menggunakan kursi roda karena kondisi Yoona yang masih lemah. Kursi roda itu didorong hingga masuk ke dalam sebuah ruangan berlabel ‘ICU’. Keadaan Donghae yang memang harus mendapatkan perawatan intensif mengharuskannya berada dalam ruangan itu. Yoona memasuki ruangan itu dengan perasaan tidak karuan, sejujurnya ia belum siap melihat keadaan Donghae saat ini, walaupun ia tidak bisa melihat tapi ia bisa merasakan bahwa lelaki itu dalam keadaan yang tidak baik.
            Yoona mendekati tubuh Donghae yang dipenuhi dengan selang serta kabel-kabel yang menghubungkannya dengan peralatan medis rumah sakit. Sebuah masker oksigen juga terpasang menutupi sebagian wajah tampannya, tak ketinggalan elektrokardiograf yang setia memantau detak jantung Donghae.
            “Oppa…” Yoona menyapa Donghae. Tangannya ia tuntun untuk menyentuh wajah Donghae, lalu membelai lembut pipi lelaki yang masih belum sadarkan diri tersebut.
            Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Donghae, karena dirinya yang masih dalam keadaan koma. Ruangan itu sunyi, keluarga Donghae sedang beristirahat di rumah karena kelelahan menanti Donghae yang tak kunjung membuka mata. Hanya suara kardiograf yang mendominasi ruangan serba putih tersebut.
            Yoona masih setia menemani Donghae di tempat itu. Tangannya menggenggam tangan kanan Donghae yang bebas dari selang infus. Belum ada sedikit pun tanda-tanda tangan yang sedang digenggam Yoona itu akan bergerak, jari-jarinya masih terasa kaku di genggaman Yoona.
            “Oppa, bangunlah Oppa. Apa kau tak merindukanku?”
            “…..”
            “Oppa, bukankah seharusnya kau sedang berada di Jepang sekarang? Bagaimana pekerjaanmu di sana Oppa? Siapa yang akan mengurusnya? Kumohon, bangunlah oppa.
            Tetap saja tak ada jawaban dari Donghae, walau sekedar gerakan jari pun tidak. Keadaannya masih tetap sama, statis, sama sekali tak ada kemajuan.
            “Mianhae, Oppa. Jeongmal mianhae. Kalau saja aku tidak melakukan tindakan bodoh itu, kau tak akan menderita seperti ini. Aku memang egois.”
            “Oppa, ayo bangunlah. Kau boleh pergi kemana pun kau mau asalkan kau kembali padaku. Kau boleh meninggalkanku selama apa pun asalkan akhirnya kau akan pulang kembali dan menikahiku.”
            “Oppa, kumohon sadarlah. Jangan diam seperti ini. Kau menyiksaku,Oppa.
            “Saranghae Donghae oppa. Jeongmal saranghamnida.”
            Oppa, sampai kapan kau akan mendiamkanku seperti ini? Sampai kapan kau akan terus menutup matamu? Sadarlah, oppa. Kumohon. Jangan membuatku khawatir dan semakin merasa bersalah padamu.” Yoona yang sedari tadi menahan air matanya supaya tidak jatuh akhirnya menyerah, air mata itu tumpah. Ia tidak tega melihat keadaan kekasihnya seperti ini dan semua ini karena kesalahannya.
            Yoona terisak, kepalanya menumpu pada punggung tangan Donghae yang tadi digenggamnya. Ayahnya hanya bisa mengusap punggungnya untuk menguatkan putrinya itu. Semakin lama isakan itu semakin kuat. Sampai membuat bibir Yoona bergetar hebat. Ia merasa sangat bersalah saat ini, ia menyesali perbuatannya waktu itu.
            “Uljimma…”
            Terdengar suara serak dan lirih, itu bukan suara Yoona, karena Yoona masih asyik dengan tangisannya. Bukan juga milik ayahnya, karena ayahnya sejak tadi hanya bisa diam sambil menguatkan anaknya. Suara itu milik lelaki yang sejak seminggu lalu terbaring koma di ruang ICU dalam keadaan kritis. Suara itu milik lelaki bernama Lee Donghae.
            Yoona yang menyadari hal tersebut langsung mendongak dan menatap wajah orang yang tangannya sedari tadi masih digenggamnya, walaupun pandangannya tidak fokus karena keadaannya saat ini.
            “Oppa? Oppa sudah sadar??” Yoona bertanya dengan semangat sambil mengangkat tangan Donghae yang masih digenggamnya setinggi wajahnya.
            Donghae hanya menjawabnya dengan anggukan karena keadaannya masih sangat lemah saat ini. Ia tidak tahu bahwa Yoona tidak akan mungkin bisa mengetahui jawabannya lewat anggukan singkat yang dilakukannya tadi.
            “Oppa?”
            “Iya. Donghae sudah sadar, Yoong.” Ayah Yoona menjelaskan keadaan Donghae kepada Yoona, sedangkan Donghae merasa ada yang aneh pada diri Yoona. Donghae mengelus pipi Yoona lalu menghapus sisa-sisa air mata yang masih membekas di pipi gadis itu.
====================================================================
            Yoona tidak mau kembali ke kamarnya karena ia masih ingin bersama kekasihnya. Ayahnya sudah berkali-kali membujuknya tetapi selalu gagal. Ibu Donghae dan hyungnya, Sungmin sudah kembali menemani Donghae di rumah sakit. Mereka sangat bahagia karena akhirnya Donghae sadar dan akan segera kembali berkumpul bersama mereka. Donghae terus saja menanyakan keanehan pada diri Yoona, hingga akhirnya Yoona dan ayahnya menceritakan semua kenyataan yang telah terjadi setelah kecelakaan tragis itu.
            Donghae sangat terkejut setelah mengetahui bahwa Yoona mengalami kebutaan dan hanya akan sembuh jika ada pendonor mata untuknya. Donghae merasa sangat bersalah, ia merasa menjadi lelaki lemah karena tidak bisa melindungi gadisnya dengan baik dan malah mencelakainya. Kalau ia bisa mendonorkan matanya untuk gadis itu, ia akan melakukannya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Yoona saat ini, dunianya menjadi gelap dalam sekejap, padahal Donghae tahu gadis itu sangat senang melihat segala hal yang ada di dunia ini. Kalau Yoona buta, Yoona tak akan bisa melihat indahnya matahari yang baru saja terbit, tidak bisa melihat rona merah matahari saat akan tenggelam, tidak akan bisa menatap bulan dan bintang lagi seperti kebiasaannya selama ini, karena melihat bulan dan bintang adalah makanan sehari-hari gadis tersebut. Donghae ikut merasa terpukul atas keadaan Yoona.
            Hari beranjak malam, Yoona masih saja bersikeras menemani Donghae. Ia terus mengajak Donghae untuk berbicara dan memintanya untuk mendengarkan cerita Yoona. Sebenarnya Donghae merasa sangat lelah dan perutnya serasa melilit tapi ia tahan karena tidak ingin membuat Yoona kecewa. Sampai akhirnya Donghae sudah benar-benar tidak kuat, tiba-tiba keadaan Donghae kembali drop, cairan kental berwarna merah keluar dari mulutnya, ia muntah darah. Ayah Yoona yang melihat hal tersebut langsung membawa Yoona untuk keluar sebelum Yoona menyadari ada hal yang tidak beres yang sedang terjadi. Awalnya Yoona meronta meminta ayahnya untuk membawanya kembali ke ruangan Donghae tapi ayahnya menolak dan memaksanya untuk kembali ke kamar.
Next day
            Cahaya matahari belum bosan untuk kembali menyinari bumi, burung-burung kecil berkicau dengan riang, suasana hari itu memang sedikit cerah secerah perasaan Yoona saat ini, ia senang karena Donghae sudah sadarkan diri dan yang paling membuatnya kegirangan adalah ia akan segera melakukan operasi mata, karena saat ia bangun tadi ada seorang suster yang mengabarinya bahwa ada seseorang yang berbaik hati mendonorkan kornea matanya.
            Yoona akan langsung melaksanakan operasi tersebut siang nanti. Perasaannya berdebar tidak karuan, Yoona sangat senang bukan main saat ia akan melangsungkan proses operasi itu. Sebelum operasi, ia meminta ayahnya untuk mengantarnya ke ruang rawat Donghae, tapi ayahnya menolak dengan berbagai alasan. Yoona akhirnya menuruti perkataan ayahnya, toh setelah operasi ia masih bisa menemui Donghae dan dapat melihat kembali senyum favoritnya yang dimiliki oleh lelaki itu.
            Operasi yang dilakukan oleh Yoona berjalan dengan lancar. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membuka perban yang menutup matanya. Selama matanya diperban ia terus meminta ayahnya untuk membawanya ke kamar Donghae, hanya laki-laki itu yang sekarang terus berada dalam pikirannya. Tapi lagi-lagi ayahnya menolak dan menolak, ayahnya berjanji akan mengantarnya menemui Donghae setelah perban di matanya dibuka.
            Setelah menunggu beberapa hari sampai perban di matanya dibuka, akhirnya waktu itu tiba. Dengan perlahan dokter membuka perban tersebut dan akhirnya Yoona kembali mendapatkan dunianya, ia dapat melihat kembali dunia yang amat disayanginya, tapi ada satu yang tidak akan pernah lagi dapat dilihatnya, kekasihnya. Ya Donghae sudah meninggalkan Yoona sehari sebelum operasi mata Yoona dilakukan. Donghae telah melewati proses operasi untuk memulihkan keadaannya, namun sayang keadaan sedang tak berpihak padanya. Tuhan sudah menginginkannya kembali ke dalam pangkuan-Nya.
Flashback end
            Setelah lelah menangis dan mengenang semua kenangan pahitnya di rumah impiannya, Yoona memutuskan untuk membawa kakinya ke tempat ini, tempat di mana Donghae berada, sebuah rumah masa depan dan peristirahatan terakhir bagi kekasihnya itu. Ia bersimpuh di salah satu gundukan yang masih terlihat baru, belum banyak rumput yang menutupinya. Sebuket lily putih berada dalam genggamannya. Yoona menatap nanar gundukan di depannya, ia terdiam kaku tak bersuara. Tak pernah sedikit pun terlintas dalam benaknya ia akan kehilangan permata hatinya secepat ini, bahkan sebelum mereka mengucap janji suci itu bersama, sebelum semua impian mereka terwujud, sebelum impian memiliki malaikat kecil yang lucu itu tercapai. Yoona merasa dunia begitu kejam padanya, dunia seakan tega memisahkannya dari seorang Donghae yang selama ini menjadi penyangga hidupnya, jiwanya, dan pelangi yang mewarnai hari-hari indahnya.  
            Yoona tetap diam di tempat itu, hanya deraian air mata yang keluar dari kedua mata indahnya. Tempat itu hening dan hanya terdengar isakan yang terdengar dari bibir mungil Yoona. Sampai akhirnya terdengar langkah berat yang lama-kelamaan semakin mendekat ke arah tempat Yoona berada saat ini. Langkah itu semakin dekat dan akhirnya berhenti tepat di samping Yoona, seketika Yoona menolehkan pandangannya pada sosok itu.
“Sungmin Oppa?” tanya Yoona.
“Hmmm… ternyata kau di sini, Yoong. Aku mencarimu di rumah pantaimu tapi ternyata kau ada di sini. Sudah jangan terus menangis seperti ini, Donghae akan tersiksa di sana kalau ia tahu kau terus menangisinya. Relakanlah dia, Yoong. Dia akan bahagia kalau melihatmu bahagia. Ia ingin melihatmu terus tersenyum, karena itulah impian terbesarnya selama hidupnya. Mungkin orang lain memiliki impian setinggi langit seperti menginginkan ini dan itu tapi tidak bagi adik kecilku itu, ia hanya ingin selalu melihat dan membuat Yoona-nya tersenyum, itu yang pernah diungkapkannya padaku sebelum ia pergi. Jadi aku harap kau bisa mengabulkan impiannya itu.” Orang yang ternyata adalah Sungmin, kakak laki-laki Donghae itu menasihati Yoona dan menguatkannya, walaupun sebenarnya dirinya sendiri sangat terpukul dengan kematian adik kesayangannya.
“Tapi semua ini menyakitkan, Oppa. Donghae oppa meninggalkanku begitu saja, aku bahkan belum memberikan kebahagiaan padanya, aku hanya bisa menyusahkan dirinya selama ini. Aku jahat pada Donghae oppa, dan aku ingin menebus semua kesalahanku itu, tapi kenapa ia pergi untuk selamanya dan meninggalkanku dalam perasaan bersalah seperti ini?” tangisan Yoona semakin menjadi. Melihat hal itu Sungmin langsung membawa Yoona ke dalam dekapannya, membiarkan gadis itu meluapkan segala perasaannya.
“Kau sudah memberikan kebahagiaan bagi Donghae selama ini, ia tidak pernah sedetik pun mengeluh kalau kau menyusahkannya. Keluhan yang keluar dari mulut Donghae selama ini hanyalah seputar pekerjaannya. Berbeda dengan senyuman dan semua cerita bahagia yang pernah kulihat dan kudengar darinya, semua itu hanya seputar satu nama, dan nama itu adalah dirimu, Im Yoona. Setiap menyebut namamu, matanya selalu berbinar, senyumnya tak pernah berhenti mengembang, semangatnya pun menggebu-gebu saat menceritakan semua hal tentangmu. Aku sampai terkadang bosan mendengarnya yang terus saja menyebut namamu dan namamu. Sepertinya kau memang sudah membuatnya gila. Haha…” Sungmin mencoba tertawa, tapi tawa itu terdengar dipaksakan.
“…..”
Yoona tak menjawab pernyataan Sungmin tersebut. Ia masih saja menumpahkan air matanya di dalam pelukan Sungmin, sampai baju lelaki itu basah karena air matanya.
“Ah… aku sampai lupa tujuanku menemuimu. Ini… surat yang dititipkan Donghae untukmu. Dan emmm… maaf Yoong, aku tidak bisa menemanimu di sini, aku masih ada urusan. Tidak apa-apa kan?” Sungmin menyerahkan sepucuk surat pada Yoona, sebuah surat dari adiknya, Donghae.
“Iya, aku tidak apa-apa kok, Oppa. Oppa pergi saja.” Yoona menjawab pertanyaan Sungmin sambil menyunggingkan senyum yang dipaksakan.
“Baiklah. Aku pergi dulu ya. Jangan menangis lagi!” Sungmin beranjak berdiri dari tempat itu tapi sebelumnya ia mengacak lembut rambut Yoona.
Sepeninggal Sungmin, Yoona membuka lipatan surat berwarna biru itu dan membacanya

Annyeong, my Princess, Yoongie
Kau pasti saat ini merindukanku kan? Ah kau tak usah menjawabnya karena aku sudah tahu jawabannya, pasti iya. Haha… ^^
Yoongie, mungkin saat kau membaca suratku ini, aku sudah pergi ke tempat yang sangat jauh. Maafkan aku karena aku pergi meninggalkanmu.
Yoongie, aku ingin berterima kasih padamu karena selama ini kau mau menjadi bunga matahari untukku, kau mau menjadi bulan dan bintang yang menyinari kegelapan hatiku.
Terima kasih karena kau selalu membuatku tersenyum dan bahagia.
Terima kasih karena kau terus mendukungku dan berada di sampingku sampai saat-saat terakhirku.
Terima kasih karena kau sudah mau menerima segala kekuranganku, kau mau bersabar menghadapi sifat kekanak-kanakanku, mau menerima kebiasaanku yang suka bermanja-manja dan merajuk padamu.
Terima kasih karena kau sudah menemaniku melewati hari-hari yang berat selama ini, semua begitu indah saat ku lalui semua itu denganmu.
Dan terima kasih karena kau mau memberikan cintamu yang sangat berharga pada lelaki yang sampai saat terakhirnya bersamamu belum bisa membuatmu bangga dan bahagia.
Aku juga minta maaf karena selama ini aku selalu menyusahkanmu
Maaf karena selalu membuatmu marah
Maaf karena terus saja membuatmu menangis
Maaf karena selama ini aku selalu menduakanmu dengan semua kesibukanku, dengan semua pekerjaanku hingga membuatku mengacuhkan kekasihku yang cantik ini. Aku benar-benar minta maaf, aku tak pernah bermaksud demikian. Aku merasa sangat bersalah padamu.
Maafkan aku atas sifatku yang egois, sifatku yang kekanakan dan manja.
Dan maafkan aku karena aku belum bisa mewujudkan semua impian-impianmu. Aku memang lelaki yang tak pantas dibanggakan.
Satu lagi, aku minta maaf karena telah membuatmu celaka malam itu.
Yoongie, sekali lagi maafkan aku karena aku harus pergi meninggalkanmu, tapi tenang saja aku masih ada bersamamu. Aku akan selalu mengawasimu dari tempatku.
Jujur aku ingin tetap hidup, tapi kecelakaan waktu itu membuatku mengalah pada keadaan,dokter mengatakan bahwa hatiku rusak, aku harus menjalani operasi dan aku tidak tahu apakah aku akan selamat karena aku benar-benar tak yakin.
Oleh karena itu, kutitipkan mataku padamu. Dengan begitu aku masih bisa menatap dunia walaupun itu melalui tubuhmu, tubuh seseorang yang sangat aku cintai.
Dan kau juga bisa kembali melihat indahnya dunia yang selama ini selalu kau kagumi dengan mata indah itu.
Jagalah mata milikku, seperti aku menjaga cinta kita sampai mungkin Tuhan memanggilku untuk kembali pada-Nya.
Walaupun aku mati, bukan berarti cintaku padamu juga mati. Percayalah cintaku padamu akan abadi selamanya.
Tapi aku mohon padamu, jangan terus menangisiku saat aku benar-benar pergi nanti.
Bahagialah Yoona. Berbahagialah untukku. Kepergianku bukan akhir dari duniamu. Kau harus tetap tersenyum. Kau harus tetap ceria.
Aku harap kau bisa mencari kebahagiaanmu dengan mencari penggantiku. Aku yakin Tuhan akan mengirimkan seseorang yang lebih baik untukmu.
Mungkin menyedihkan saat orang yang kau cintai meninggalkanmu.
Tapi lebih menyedihkan saat kau kehilangan sebuah perasaan yang bernama cinta di hatimu.
Saranghae, Im Yoona. Jeongmal Saranghae.
Maaf kalau suratku terlalu panjang, hehe… ^^
Ah aku sudah lelah, aku ingin tidur. Bye bye my Princess ^^

                                                                    Your Prince
Lee Donghae

            Setelah membaca surat dari Donghae, Yoona malah semakin terisak. Ia benar-benar merindukan lelaki itu. Tapi ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia ingin merelakannya seperti yang Sungmin katakan, tapi semua itu tidaklah mudah baginya.
Nado saranghae, my Prince. Jeongmal saranghae. Nan bogoshipo. Nan jeongmal bogoshipoyo. Aku berjanji akan tetap tersenyum untukmu. Aku berjanji akan berbahagia untukmu, Oppa. Selamat jalan, Oppa. Tunggulah aku di sana, aku akan menyusulmu saat waktuku tiba.”
-END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar